Minggu, 09 Juli 2017

Karakter Rasa Ingin Tahu

1.      Tinjauan Tentang Rasa Ingin Tahu
a.      Konsep Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu merupakan salah satu dari nilai 18 karakter bangsa yang terkandung dalam pendidikan karakter yang di dalamnya terdapat pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti atau pendidikan moral yang tujuannya untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara nilai-nilai yang baik, dan menerapkan nilai-nilai baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
            Rasa ingin tahu (Mustari, 2011: 103) adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluar dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, atau didengar. Hal serupa juga dikemukakan oleh Muchlis & Hariyanto (2012: 119) bahwa “rasa ingin tahu adalah keinginan untuk meyelidiki, dan mencari pemahaman terhadap rahasia alam atau peristiwa sosial yang terjadi”. Rasa ingin tahu merupakan bagian penting dari proses pembelajaran karena rasa ingin tahu mendorong terwujudnya kebermaknaan dalam belajar sehingga rasa ingin tahu merupakan jiwa dan hakikat budaya belajar (Asrori, 2008). Keingintahuan seorang siswa dapat dicirikan dengan seringnya bertanya dan mencari tahu tentang sesuatu yang sedang dihadapi. Melalui rasa ingin tahu, seseorang terdorong untuk mempelajari lebih lanjut tentang pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
            Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang menjadi sebab penting mengapa rasa ingin tahu ini perlu dibangun dan dikembangkan dalam diri peserta didik antara lain (Kurniawan, 2016: 148) :
1)      rasa ingin tahu membuat pikiran peserta didik menjadi aktif. Tidak ada hal yang lebih bermanfaat sebagai modal belajar selain pikiran yang aktif. Peserta didik yang pikirannya aktif akan belajar dengan baik, sebagaimana yang dijelaskan teori kontruktivisme, dimana peserta didik dalam belajar harus secara aktif membangun pengetahuannya.
2)      Rasa ingin tahu membuat peserta didik menjadi para pengamat yang aktif. Salah satu cara belajar yang terbaik adalah dengan mengamati. Banyak ilmu pengetahuan yang berkembang karena berawal dari sebuah pengamatan, bahkan pengamatan yang sederhana sekalipun. Rasa ingin tahu membuat peserta didik lebih peka dalam mengamati berbagai fenomena atau kejadian di sekitarnya. Ini berarti, siswa akan belajar banyak.
3)      Rasa ingi tahu akan membuka dunia-dunia baru yang menantang dan menarik peserta didik untuk mempelajarinya lebih dalam. Jika ada banyak hal yang membuat munculnya rasa ingin tahu pada diri peserta didik, jendela dunia-dunia baru yang menantang akan terbuka buat mereka, Banyak hal menarik untuk dipelajari di dunia ini, tetapi seringkali karena rasa ingin tahu yang rendah membuat seorang peserta didik melewatkan dunia-dunia yang menarik itu dengan entengnya.

4)      Rasa ingin tahu membawa kejutan-kejutan kepuasan dalam diri peserta didik dan meniadakan rasa bosan untuk belajar. Jika jiwa peserta didik dipenuhi dengan rasa ingin tahu akan sesuatu, mereka akan dengan segala keinginan dan kesukarelaan akan mempelajarinya. Setelah memuaskan rasa ingin tahunya, mereka akan merasakan betapa menyenangkannya hal tersebut. Kejutan-kejutan kepuasan ini akan meniadakan perasaan bosan belajar.

Berpikir kritis

1.      Tinjauan Tentang Berpikir Kritis
a.      Konsep Berpikir Kritis
            Berpikir kritis adalah suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan seseorang; pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut (Khaeruman & Nurhidayati, 2014: 20). Kemudian Khaeruman & Nurhidayati (2014) melanjutkan, berpikir kritis adalah “sebuah proses proses terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain”.
            Jhonson (Khaeruman & Nurhidayati, 2014: 20) mengatakan berpikir kritis adalah “sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri”. Di sisi lain, Jhon W Santrack mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah “pemikiran reflektif dan produktif dan melibatkan evaluasi bukti”. Berpikir kritis dapat juga dikatakan sebuah proses kognitif yang sistematis dan aktif dalam menilai argument-argumen, menilai sebuah kenyataan, menilai kekayaan, dan hubungan dua atau lebih objek serta memberikan bukti-bukti untuk menerima atau menolak sebuah pernyataan. Para pemikir-pemikir aliran kritis mengakui bahwa  tidak hanya ada satu cara yang benar atau tepat untuk memahami dan mengevaluasi argumen-argumen dan bahwa semua usaha di atas tidak menjamin keberhasilannya. Berpikir kritis merupakan suatu proses penggunaan kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan.
      Adapun enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu (Khaeruman & Nurhidayati, 2014: 20-21) :
1)      Fokus (focus), langkah awal dari berpikir kritis adalah mengidentifikasi masalah dengan baik.
2)      Alasan (reason), apakah alasan-alasan yang diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus.
3)      Kesimpulan (inference), jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup sampai pada kesimpulan yang diberikan.
4)      Situasi (situation), mencocokkan dengan situasi yang sebenarnya.
5)      Kejelasan (clarity), harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam argumen tersebut sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan, dan
6)      Tinjauan ulang (over review), artinya kita  perlu mencek apa yang sudah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari dan disimpulkan.

b.      Indikator Berpikir Kritis
      Ennis (2007) (Khaeruman & Nurhidayati, 2014: 21) mengidentifikasi indikator berpikir kritis,yang dapat dikelompokkan dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
1.      Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi memfokuskan pertanyaan.
2.      Menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pertanyaan.
3.      Membangun keterampilan dasar, yang terdiri dari atas mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
4.      Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendedukasikan atau mempertimbangkan hasil deduksi, meniduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
5.      Memberikan penjelasan lanjtu, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
6.      Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berintraksi dengan orang lain.
      Indikator-indikator tersebut dalam prakteknya dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah hanya beberapa indikator saja.