1.
Tinjauan
Tentang Berpikir Kritis
a.
Konsep
Berpikir Kritis
Berpikir
kritis adalah suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah
dan hal-hal yang berada dalam jangkauan seseorang; pengetahuan tentang
metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan semacam suatu
keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut (Khaeruman &
Nurhidayati, 2014: 20). Kemudian Khaeruman & Nurhidayati (2014) melanjutkan,
berpikir kritis adalah “sebuah proses proses terorganisasi yang memungkinkan
siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan
orang lain”.
Jhonson
(Khaeruman & Nurhidayati, 2014: 20) mengatakan berpikir kritis adalah “sebuah
proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi
keyakinan dan pendapat mereka sendiri”. Di sisi lain, Jhon W Santrack
mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah “pemikiran reflektif dan produktif
dan melibatkan evaluasi bukti”. Berpikir kritis dapat juga dikatakan sebuah
proses kognitif yang sistematis dan aktif dalam menilai argument-argumen,
menilai sebuah kenyataan, menilai kekayaan, dan hubungan dua atau lebih objek
serta memberikan bukti-bukti untuk menerima atau menolak sebuah pernyataan.
Para pemikir-pemikir aliran kritis mengakui bahwa tidak hanya ada satu cara yang benar atau
tepat untuk memahami dan mengevaluasi argumen-argumen dan bahwa semua usaha di
atas tidak menjamin keberhasilannya. Berpikir kritis merupakan suatu proses
penggunaan kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang
untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang
diyakini atau dilakukan.
Adapun enam unsur dasar dalam berpikir
kritis, yaitu (Khaeruman & Nurhidayati,
2014: 20-21) :
1) Fokus
(focus), langkah awal dari berpikir
kritis adalah mengidentifikasi masalah dengan baik.
2) Alasan
(reason), apakah alasan-alasan yang
diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus.
3) Kesimpulan
(inference), jika alasannya tepat,
apakah alasan itu cukup sampai pada kesimpulan yang diberikan.
4) Situasi
(situation), mencocokkan dengan
situasi yang sebenarnya.
5) Kejelasan
(clarity), harus ada kejelasan
mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam argumen tersebut sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan, dan
6) Tinjauan
ulang (over review), artinya
kita perlu mencek apa yang sudah
ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari dan disimpulkan.
b.
Indikator
Berpikir Kritis
Ennis (2007) (Khaeruman & Nurhidayati,
2014: 21) mengidentifikasi indikator berpikir kritis,yang dapat dikelompokkan
dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
1. Memberikan
penjelasan sederhana, yang berisi memfokuskan pertanyaan.
2. Menganalisis
pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan
atau pertanyaan.
3. Membangun
keterampilan dasar, yang terdiri dari atas mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil
observasi.
4. Menyimpulkan,
yang terdiri atas kegiatan mendedukasikan atau mempertimbangkan hasil deduksi,
meniduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan
nilai pertimbangan.
5. Memberikan
penjelasan lanjtu, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan
definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
6. Mengatur
strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berintraksi
dengan orang lain.
Indikator-indikator tersebut dalam
prakteknya dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah
hanya beberapa indikator saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar